CARACAS – LACAKPOS.CO.ID – Republik Indonesia dan Republik Bolivarian Venezuela perlu melengkapi hubungan baik kedua negara dengan peningkatan di bidang ekonomi.
Untuk itu Kedutaan Besar RI di Caracas membuka pintu bagi pelaku usaha Indonesia yang ingin menemukan partner bisnis di Venezuela.
Demikian antara lain disampaikan Duta Besar RI untuk Venezuela Mayjen (Purn) Dr. Imam Edy Mulyono ketika berbicara dalam jamuan makan malam di Wisma Duta Caracas, Kamis (18/11).
Jamuan makan malam yang dihadiri seluruh diplomat RI di Venezuela dan anggota masyarakat Indonesia di Caracas itu digelar untuk menyambut enam pemantau independen pemilihan umum lokal Venezuela yang sedang berlangsung.
Keenam pemantau independen itu adalah Dubes Diar Nurbiantoro, Eddy Supriyatno, dan Niken Supraba dari Non-Aligned Movement Cnetre for South-South Technical Cooperation (NAM CSSTC), lalu Arif Budiman dan Sumariyandono dari Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI, dan Ketua Umum Jaringan Media Siber Indonesia (JMSI) Teguh Santosa.
“Alhamdulillah, sejak hubungan kedua negara dimulai di tahun 1959 sampai saat ini, kerjasama kedua negara di bidang politik dan kebudayaan berlangsung sangat baik. Kami merasa kini saatnya kita meningkatkan hubungan di bidang ekonomi,” ujar Dubes Imam yang pernah bertugas sebagai Komandan Misi Perdamaian PBB di Sahara Barat, Minurso, tahun 2013 sampai 2015.
Hubungan Indonesia dan Venezuela dimulai pada 10 Oktober 1959. Pada tahun 1977 Indonesia membuka Kedubes di Caracas, disusul Venezuela empat tahun kemudian membuka Kedubes di Jakarta.
Peningkatan hubungan terasa di era pemerintahan Abdurrahman Wahid. Presiden Hugo Chavez mengunjungi Jakarta di bulan Agustus 2000. Satu bulan kemudian, September 2000, giliran Presiden Gus Dur mengunjungi Caravas dalam rangka menghadiri pertemuan Organisasi Negara Eksportir Minyak (OPEC).
Ketika tsunami menghantam Aceh, pemerintah Venezuela memberikan bantuan senilai 2 juta dolar AS kepada Indonesia. Lima tahun kemudian, pemerintah Indonesia mendirikan Institut Politeknik Venezuela-Indonesia di Aceh pada 2009.
Kedua negara sempat mengalami peningkatan hubungan ekonomi pada paruh 2003 sampai 2008. Dari senilai 25 juta dolar AS pada 2003 menjaadi 82,5 juta dolar AS pada 2007 dan 92,3 juta dolar AS pada 2008.
Pada tahun 2009, dari neraca perdagangan kedua negara, Indonesia mencatat surplus senilai 79,19 juta dolar AS.
“Insya Allah, kita dapat mempertahankan dan bahkan meningkatkan kualitas hubungan kedua negara bersahabat ini,” demikian Dubes Imam Edy Mulyono.
(*butje)