Modus Pungli Satpas SIM Polres Pariaman, Pungut Biaya Kesehatan Kepemohon Lalu Terbitkan SIM Tanpa Surat Keterangan Dokter

Foto : Bukti kwitansi yang diterima R untuk pembayaran tes psikologi dan kesehatan, padahal terhadap R tidak ada dilakukan tes kesehatan/Dok. Lacakpos.co.id

KOTA PARIAMAN – LACAKPOS.CO.ID – Para pemohon Surat Izin Mengemudi (SIM) baik yang akan memperpanjang masa berlaku, maupun membuat baru diwajibkan untuk mengikuti tes kesehatan rohani atau tes psikologi. Tujuan tes psikologi dimaksud untuk menilai beberapa aspek dalam meminimalisir risiko saat berkendara. Mulai dari kemampuan konsentrasi, kecermatan, pengendalian diri, kemampuan penyesuaian diri, stabilitas emosi, serta ketahanan kerja.

Sedangkan tes kesehatan jasmani juga tidak kalah wajib dilakukan guna mengetahui apakah masyarakat pemohon SIM memiliki riwayat penyakit yang sifatnya krusial, seperti penyakit jantung dan epilepsi. Kedua penyakit tersebut tentu wajib diketahui karena memiliki dampak yang cukup besar.

Bacaan Lainnya

Bila sedang mengendarai mobil atau sepeda motor dan penyakit kambuh, akibatnya akan sangat fatal. Bukan hanya berdampak pada pengendara yang mengalami penyakit tersebut, tapi juga bagi pengguna jalan lain, atau saat serangan jantung, otomatis konsentrasi akan langsung hilang, pengendara pun tak bisa mengontrol kemudi kendaraannya dan berpotensi membahayakan diri sendiri dan pengguna jalan lain. Begitu juga saat epilepsi kumat.

Lantas bagaimana jika tes kesehatan yang begitu penting dan krusial itu dilakukan secara serampangan atau tidak dilakukan samasekali?. Seperti yang diduga dilakukan oleh Satuan Penyelenggara Administrasi SIM (Satpas) Satuan Lalu Lintas (Satlantas) Polres Pariaman yang diduga melakukan praktek pungli kepada pemohon SIM dengan modus tes kesehatan, padahal disitu tidak ada dokter yang membuka praktek kesehatan serta tes kesehatan samasekali tidak dilakukan kepada pemohon namun pemohon dipungut biaya tes kesehatan.

Hal itu diungkap R seorang pemohon SIM, ia mengatakan dirinya bukan hanya dipungut biaya tes kesehatan sebesar Rp. 35 ribu padahal samasekali tidak ada dokter yang melakukan tes terhadapnya, namun ia juga diharuskan membayar biaya tes psikologi sebesar Rp. 200 ribu yang dilakukan secara serampangan oleh petugas yang bukan seorang psikolog serta hasil tesnya di tuangkan ke dalam blangko yang kosong yang sudah ditandatangni.

“Jadi sebelum mendaftar saya diarahkan untuk tes kesehatan dan psikologi ke biro psikologi namanya Propsikology, di biro itu saya di tes oleh petugas yang bukan psikolog, tapi anehnya hasil tes saya langsung dinyatakan lulus dan dituangkan ke dalam blangko Surat Ketarngan Psikologi yang masih kosong namun sudah dibubuhi tandatangan digital atas nama Puji Aseh, S.Psi, Psikolog sebagai PIC Psikolog dan Adhia Maharani, M.Psi, Psikolog sebagai Psiokolog Pemeriksa padahal bukan kedua psikolog itu yang memeriksa saya,” terangnya, Rabu (03/04) kepada lacakpos.co.id sesaat setelah dirinya keluar dari Satpas SIM.

Sementara itu untuk tes kesehatan, lanjut R. Dirinya samasekali tidak ada dilakukan tes kesehatan oleh dokter, karena memang tidak ada dokter yang berpraktek disitu, namun dipungut biaya tes kesehatan. Dirinya hanya diberi satu lembar Surat Ketarangan Psikologi dengan keterangan lulus serta selembar kwitansi pembayaran biaya tes psikologi dan tes kesehatan sebesar Rp. 235 ribu yang dipungut oleh petugas Propsikology atas nama Risanti Nurfitriana.

“Untuk psikologi tesnya itu hanya formalitas saja, tidak benar-benar dites, buktinya semua yang ikut tes lulus semua tidak ada yang gagal, dan yang parahnya kesehatan, tidak ada di tes tapi disuruh bayar, saat saya tanya katanya ini perintah orang Satpas SIM dan uangnya untuk di setor ke pihak Satpas” keluhnya.

Terlepas dari semua temuan dugaan penyimpangan yang diungkap R, hal mencengangkan kembali terjadi saat dilakukan penelusuran di situs Himpunan Psikologi Indonesia (HIMPSI) https://himpsi.or.id/cari-psikolog nama Adhia Maharani, M.Psi, Psikolog, psikolog pemeriksa yang membubuhkan tandatangan digital dalam surat keterangan psikologi yang diungkap R ternyata tidak memiliki izin praktek, atau Surat Izin Praktek Psikologi (SIPP) nomor : 20100665-2019-02-0017 milik Adhia Maharani, M.Psi sudah tidak berlaku lagi per tanggal 25 Maret 2024, artinya Adhia Maharani melakukan praktek ilegal.

Kembali ke kesehatan jasmani. Meski tak ada catatan resmi, tapi sebenarnya cukup banyak kecelakaan terjadi akibat pengendara yang memiliki riwayat penyakit berisiko. Oleh karena itu, tes kesehatan harusnya juga menjadi prioritas karena menyangkut dampak langsung saat berkendara.

Apajadinya jika tes kesehatan yang sangat penting dan krusial itu justru dikesampingkan demi meraih keuntungan dan pundi-pundi rupiah dengan mengangkangi ketentuan yang ada.

Ketika dikonfirmasi Kasat Lantas Polres Kota Pariaman Iptu. Arisman Sapitra melalui pesan instan pribadinya, dirinya mencoba berkelik dengan mengatakan pungli dengan modus pemungutan biaya tes kesehatan padahal tidak ada dilakukan tes kesehatan yang dilakukan oleh petugas biro Propsikology itu tidak ada keterkaitannya dengan jajarannya, tentunya pernyataannya ini bertentangan dengan yang disampaikan Risanti Nurfitriana petugas Propsikology yang mengatakan bahwa pemungutan tes kesehatan itu atas perintah pihak Satpas dan uangnya semua disetor ke Satpas.

“Psikologi dan kesehatan itu tidak ada keterkaitan dengan Satpas, pungli yang Bapak maksud bukan kami yang melakukan” tulis Kasat Lantas, Kamis (04/04.

Selain bertentangan dengan keterangan Risanti Nurfitriana, tentunya jawaban Kasat Lantas itu blunder serta tidak singkron dengan apa yang dilakukan oleh jajarannya di Satpas SIM, kalau memang pihaknya tidak melakukan pungli dengan modus biaya tes kesehatan sementara tes itu tidak dilakukan, tentunya pihaknya tidak akan menerima serta tidak akan menerbitkan SIM pemohon yang tidak membawa surat keterangan dokter, tapi faktanya pihaknya justru menerbitkan SIM pemohon tanpa surat keterangan dokter.

Dalam Undang-Undang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (UULLAJ) Nomor 22 Tahun 2009 memang tertulis jelas pada pasal 81 ayat (4) mengenai persyaratan penerbitan SIM adalah kesehatan, baik jasmani maupun rohani. Untuk rohani dilakukan melalui psikotes, sedangkan untuk persyaratan jasmani, cukup dengan surat keterangan dari dokter.(**)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *