Baru Pertama Kejari Sampang Terapkan Restorative Justice, Nich Posisinya Kasusnya

SAMPANG – LACAKPOS.CO.ID – Eksistensi kewenangan Jaksa di Indonesia dalam melakukan penuntutan sangat berkaitan dengan Asas Dominus Litis. Maka penetapan dan pengendalian kebijakan penuntutan hanya berada di satu tangan, yakni Kejaksaan. Jaksa melakukan penyidikan hanya terkait tindak pidana tertentu. Ini membawa kepada perlu dikaji kewenangan jaksa pada penyidikan dan penuntutan, dalam Sistem Peradilan Pidana Indonesia dikaitkan dengan Asas Dominus Litis. Perihal formulasi pengaturan kewenangan jaksa pada tahap penyidikan dan penuntutan sebagai suatu upaya pembaharuan hukum acara pidana di Indonesia dikaitkan dengan Asas Dominus Litis.

Keadilan Restoratif (Restoratif Justice) merupakan pola penyelesaian perkara tindak pidana dengan melibatkan pelaku, korban, keluarga pelaku/korban dan pihak lain yang terkait untuk bersama-sama mencari penyelesaian yang adil dengan menekankan pemulihan kembali pada keadaan semula dan bukan pembalasan.

Bacaan Lainnya

Kasus Posisi
“Kasus Posisinya berawal terdakwa Mustofa bin Misden domisili di dusun burajah Desa Jelgung Kecamatan Robatal Kabupaten Sampang melakukan tindak pidana pasal 49 huruf A Undang-Undang No.23 Tahun 2004 diancam pidana 3 tahun penjara atau denda Rp.15.000.000,  akhirnya Sang Istri Madiyah mengajukan Permohonan Cerai Talak ke Pengadilan Agama (PA) Sampang dan akhirnya dikabulkan oleh Majelis Hakim PA Sampang dengan Putusan Nomor : 053/Pdt.G/2021/PA.Sampang tanggal 11 Agustus 2020 dimana tersangka diwajibkan membayar nafkah Madiyah Rp. 3.000.000,- (tiga juta rupiah), nafkah Idah Rp. 1.500.000,- (satu juta lima ratus ribu rupiah) dan nafkah anak tiap bulan Rp. 1.000.000,- (satu juta rupiah) serta nafkah Mut’ah Rp. 2.500.000,- (dua juta lima ratus ribu rupiah) dengan tenggang waktu selama 6 (enam) bulan sejak bulan Agustus 2020 sampai dengan Bulan Maret 2021 dan mengucapkan Ikrar Talak,” kata Kepala Kejaksaan Negeri Sampang, Imang Job Marsudi mengawali wawancara dengan awak media lacakpos di kantornya, Kamis( 20/01/2022).

Proses Restoratif Justice
Imang menambahkan, “namun Tersangka tidak mengucapkan Ikrar Talak dan atau tidak melaksanakan isi Putusan Pengadilan Agama Sampang lebih dari 6 (enam) bulan sesuai tenggang waktu, kemudian dilanjutkan pelaporan kepada Satuan Reskrim (Satreskrim) Polres Sampang, setelah melalui proses Penyidikan maka sampai pada Tahap 2 (dua) Pelimpahan berkas Berita Acara Pemeriksaan (BAP), Tersangka, Barang Bukti (BB) maka kami, Kejaksaan Negeri Sampang setelah melalui kajian dan analisa yuridis secara Komprehensif mengajukan Keadilan Restoratif (Restoratif Justice), dengan pertimbangan bahwa kesepakatan I tercapai pada tanggal 07 Desember 2021, Pihak I dan pihak II setuju untuk menyelesaikan Perkara dengan cara Penghentian Penuntutan berdasarkan keadilan restoratif, bahwa perdamaian berhasil pada tanggal 12 Januari 2022, Pihak I dan pihak II sepakat berdamai dan akan melaksanakan kesepakatan yang telah dibuat bersama tanpa adanya unsur paksaan, tekanan dan penipuan dari pihak manapun dan Tokoh Masyarakat di wilayah tempat tinggal para pihak siap menjaga dan menjamin pelaksanaan kesepakatan perdamaian dari para pihak.”

“Kemudian Rabu tanggal 19 Januari 2022 pukul 08.00 WIB s.d 09.00 WIB, bertempat di Aula Kantor Kejaksaan Negeri Sampang telah dilaksanakan Kegiatan Vicon Permohonan Restorative Justice atas nama terdakwa Mustofa bin Misden dengan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum, Dr. Fadil Zumhana, S.H.,M.H yang dihadiri Kepala Kejaksaan Tinggi Jawa Timur, Dr. Mohammad Dofir,S.H.,M.H, Direktur Tindak Pidana Orang dan Harta Benda (Oharda), Gerry Yasid, S.H.,M.H, Wakil Kepala Kejaksaan Tinggi Jawa Timur, Haruna, S.H.,M.H, Kepala Kejaksaan Negeri Sampang, Imang Job Marsudi.S.H,.M.H, Kepala Seksi Intelijen Kejaksaan Negeri Sampang, Achmad Wahyudi, S.H.,M.H dan Kepala Seksi Tindak Pidana Umum Kejaksaan Negeri Sampang, Budi Darmawan,S.H.,M.H serta Suharto,S.H. selaku Jaksa Fungsional Kejaksaan Negeri Sampang, ” lanjut Imang.

Masih kata Imang, saat Vicon ada petunjuk dan respon dari pimpinan kami bang, yang pertama dari Bapak Gerry Yasid, S.H.,M.H. (Direktur Tindak Pidana Oharda) yang pada intinya menyarankan agar Tersangka memberikan nafkah ganti kerugian yang dituntut oleh korban dan menyarankan agar Tersangka dan Korban bisa kembali lagi menjadi suami istri agar tidak ada lagi permasalahan mengenai penelantaran dalam sebuah lingkup rumah tangga kemudian yang kedua dari Bapak Dr. Mohammad Dofir,S.H.,M.H (Kepala Kejaksaan Tinggi Jawa Timur) pada esensinya bahwa Permohonan Restorative Justice dari tim Kejaksaan Agung dan tim Kejaksaan Tinggi Jawa Timur menyetujui dengan alasan terdakwa baru pertama kali melakukan, ancaman pidananya tidak lebih dari 5 tahun, kemudian adanya permohonan perdamaian yang sudah disetujui bahkan disaksikan oleh Tokoh Masyarakat setempat dan respon positif dari masyarakat setempat, kemudian kami setujui dan kami meneruskan kepada Bapak Jam Pidum mohon kiranya kebijakan sepenuhnya ada pada Bapak Jam Pidum, dan akhirnya Pukul 08.53 WIB, (Rabu 19/01/2022 dengan pertimbangan paparan dari Kajari Sampang mengenai permohonan keadilan Restoratif dengan tersangka A.N MUSTOFA bin MISDEN yang disangka melakukan tindak pidana penelantaran orang dalam lingkup rumah tangga sebagaimana pasal 49 huruf a Undang-Undang nomor : 23 tahun 2004 telah dilakukan Ekpose dan permohonan Restorative Juctise Bapak Dr. Fadil Zumhana, S.H.,M.H.(Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum) telah menyetujui untuk perkara tersebut diberhentikan.

“Permohonan Penyelesaian perkara dengan Restoratif Justice ini seiring dengan arahan Pimpinan kami bang, Bapak Jaksa Agung, Prof. Dr. H. Sanitiar Burhanuddin, S.H., M.M. sepanjang memenuhi syarat sebagaimana Peraturan Jaksa Agung Republik Indonesia Nomor : 15 TAHUN 2020 TENTANG PENGHENTIAN PENUNTUTAN BERDASARKAN KEADILAN RESTORATIF Pasa 14 (1) Penghentian penuntutan berdasarkan Keadilan Restoratif dilakukan dengan memperhatikan: a. kepentingan Korban dan kepentingan hukum lain yang dilindungi; b. penghindaran stigma negatif; c. penghindaran pembalasan; d. respon dan keharmonisan masyarakat; dan e. kepatutan, kesusilaan, dan ketertiban umum. (2) Penghentian penuntutan berdasarkan Keadilan Restoratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan mempertimbangkan: a. subjek, objek, kategori, dan ancaman tindak pidana; b. latar belakang terjadinyaj dilakukannya tindak pidana; c. tingkat ketercelaan; d. kerugian atau akibat yang ditimbulkan dari tindak pidana; e. cost and benefit penanganan perkara; f. pemulihan kembali pada keadaan semula; dan g. adanya perdamaian antara Korban dan Tersangka, ” ucap Pak Imang mengakhiri wawancara dengan awak media lacakpos.(Abdul)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *