SAMPANG – LACAKPOS.CO.ID –Pendidikan merupakan elemen penting untuk membangun masyarakat di dalam sebuah negara. Namun, di Indonesia belum semua masyarakat mampu mengakses pendidikan yang terjangkau. Padahal, sudah menjadi kewajiban negara untuk menyediakan pendidikan yang murah, bahkan gratis, sesuai amanah Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 31 hasil amandemen.
Pasal 31 ditambahkan dengan ayat yang mengatur tentang kewajiban melaksanakan pendidikan dasar bagi warga negara dan semua biaya ditanggung negara. Negara juga berkewajiban mengusahakan dan menyelengggarakan sistem pendidikan nasional.
Selain itu, turut dirumuskan juga anggaran untuk pendidikan nasional agar dapat terselenggara dengan baik. Maka, dalam Pasal 31 ditambahkan ayat yang menegaskan bahwa pendidikan di Indonesia akan ditunjang dengan anggaran sekurang-kurangnya 20 persen yang bersumber dari Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) dan Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) untuk memenuhi kebutuhan penyelenggaraan pendidikan.
Namun fenomena terbalik ini dialami oleh seorang wali murid dengan inisial (Y) warga keramat kelurahan karang dalam kecamatan sampang kabupaten sampang, bersama istri saat menjelang sholat maghrib, Senin, (30/08/2021) mendatangi sekretariat DPD Gerakan Masyarakat Perangi Korupsi (GMPK) Sampang.
“Sossa kaule pak, nak kanak mule sakolah pas ngucak bejerennah seragam” (susah saya pak, anak saya sepulang sekolah minta uang untuk biaya seragam), tutur Y dengan dialek madura yang amat kental.
Masih kata Y, ya itu pak terkait seragam dan nilainya sebesar Rp. 880.000,00 (delapan ratus delapan puluh ribu rupiah).
“Kalo ada pinjam uang dulu pak, ntar klo waktu bayaran sebagai kuli bangunan akan dibayar lunas, kata Y dengan lugunya.
Abdul Azis Agus Priyanto, SH selaku Ketua Dewan Pengawas Gerakan Masyarakat Perangi Korupsi (GMPK) langsung meresponts dengan menghubungi Kepala Sekolah SMPN 2 Sampang by whatsapp dengan maksud untuk minta kejelasan terkait nilai nominal seragam, proses mekanisme pengambilan keputusan sehingga muncul angka Rp. 880.000,00 dan landasan hukumnya.
“Dungguh saya tidak bisa sembunyikan kekecewaan, karena chat saya hanya dibuka, padahal saya akan bantu masyarakat yang layak dan patut untuk dibantu dan masuk kategori Rumah Tangga Sangat Miskin (RTSM),” ucap Azis.
“Oleh karena tidak ada respont, dan lebih dari 1×24 jam akhirnya saya kirim surat audiensi terjadwal kamis, 2 /9/2021 pukul 09.00 wib di SMPN 2 Sampang,” lanjutnya.
Fenomena Menjelang dan atau Saat Audiensi
Sesuai jadwal Ketua Dewan Pengawas GMPK bersama beberapa awak media sampai di lokasi, namun tanpa diduga fenomena awal dialami team yakni, Kepala Sekolah setempat menyiapkan tempat audiensi di depan kantin, dengan alasan tidak ada ruangan kosong dan ruang kepsek sedang ada proses perbaikan. (maaf, seakan-akan tidak menghargai agenda audiensi secara kelembagaan, apalagi dengan surat resmi sudah dikirimkan 1 (satu) hari sebelumnya).
“Mungkin alangkah lebih elok kita ngobrol di musholla jika sedang kosong.” ungkap azis coba menawarkan sisi baiknya.
Akhirnya dengan dipandu Kepala Sekolah didapati ruang dewan guru yang cukup layak dan cukup luas untuk audiensi, karena juga dihadirkan beberapa wali siswa untuk menyampaikan testimoni.
Selanjutnya, audiensi dibuka kepala sekolah SMPN 2 Sampang, Purwo Santoso.
Dengan ijin Kepala Sekolah, team mendokumentasikan pertemuan dalam bentuk audio visual.
Fenomena kemudian terungkap dari statement bagian sarana prasarana
(tanpa memperkenalkan nama).
“Bahwa pada saat Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) semua data siswa itu ada, tidak langsung memberikan mengenai seragam, jadi pengkajian seragam itu setelah anak masuk, ujarnya.
“Karena masa PPKM, maka pemberitahuan tentang seragam itu melalui jalur whatsapp, melalui wali kelas disampaikan untuk mengambil berkas mengenai seragam, setelah itu ada persetujuan dari siswa untuk seragam dan pengadaannya dengan pihak koperasi sekolah,” ucapnya.
Masih kata bagian sarana prasarana, jadi untuk keseragaman maka pihak sekolah, memang pihak sekolah mengakomodasi, mengumpulkan semua wali siswa untuk membeli (namun ditepis oleh kepala sekolah :”menghimbau”), kawatir kalau orang tua siswanya sendiri yang membeli, tidak sama dengan nada ragu.
Giliran Ketua Dewas GMPK, Azis untuk mengkonfirmasi beberapa aturan dan norma terkait seragam sekolah kepada kepada Purwo Santoso.
Aturan dimaksud diantaranya :
1. Pasal 181 huruf (a) Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2010 Tentang Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan;
2. Pasal 4 Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 45 tahun 2014 tentang Pakaian Seragam Sekolah Bagi Peserta Didik Jenjang Pendidikan Dasar dan Menengah;
3. Pasal 33 Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 51 tahun 2018 tentang Penerimaan Peserta Didik Baru pada Taman kanak-kanak, Sekolah Dasar, Sekolah Menengah Pertama, Sekolah Menengah Atas, dan Sekolah Menengah Kejuruan;
4. Pasal 12 huruf (a) Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 75 tahun 2016 tentang Komite Sekolah.
Dengan membusungkan dada sambil menunjukkan papan nama dirinya, Purwo Santoso dengan suara lantang dan tanpa ragu mengatakan: ”itu betul (norma yang disampaikan azis), tapi tolong sampaikan kepada Menteri, purwo santoso yang mengatakan menterinya gila, tolong sampaikan, (diulangi lagi tanpa keraguan sedikitpun), kenapa saya katakan gila.
“Seragam itu mulai jaman dulu pengadaannya mesti melalui sekolah.” tandasnya.
Audiensi dihadiri beberapa wali murid, dewan guru, awak media dan team dari DPD GMPK Sampang dan diakhiri dengan janji kepala sekolah untuk membantu wali siswa yang tidak mampu.(Yasin)